Belum genap seminggu kepergian ibu, ayah sudah membawa
wanita lain ke dalam rumah. Entah kenapa ayah seberani ini saat ini, padahal
beberapa kerabat almarhumah ibu masih sering bertandang ke rumah, menjengukku
yang kini menjadi piatu, atau sekedar menyapa kakakku yang sejak kepergian ibu
lebih memilih di luar rumah, dia memilih kembali bertemu dengan teman – teman smanya
sebelum kembali lagi ke Bogor, ke tempatnya menimba ilmu.
Aku masih enggan memandangnya, walau sejak tadi aku tahu dia
sebenarnya sedang mencuri pandang ke arahku. Dia ingin aku tertarik padanya. Mungkin
aku akan tertarik memiliki ibu tiri, namun tidak sekarang. Aku masih ingin
menikmati kepedihan yang diakibatkan oleh kehilangan. Aku ingin menikmati rasa
sakit sekaligus bercampur lega karena akhirnya bisa melepaskan ibu kandungku
dengan suka cita setelah dia melawan penyakit yang berada di badannya.
Ayahku datang, memecah kebisuan di antara kami berdua. Enam belas
aku hidup di dunia baru kali ini aku bias membaca raut muka sedih dari ayahku. Dia
sepertinya tak suka dengan sikapku yang mendiamkan wanita yang dibawa ayahku
ini.
“Nana, kok Tante Yudith didiemin ajah?”
“Lagi malas ngomong, Yah.” Jawabku asal.
“Kamu kenapa?” mata ayahku menyiratkan kekecewaan itu, lagi.
Aku tidak merasa bersalah sama sekali ketika akhirnya
memilih untuk membereskan buku – buku bacaanku, kupegang di tangan kiriku. Dan mengangkat
gelas berisi susu rasa vanilla yang tinggal setengah itu dengan tangan kananku.
Aku memilih ke lantai atas, masuk ke dalam kamar, dengan sedikit kerepotan
ketika harus membuka pintu kamar.
Di kamarku ada adikku yang sedang menangis, dan di
sampingnya Tante Silvia, adik ibuku sedang memeluknya dengan sangat intim dan
hangat.
“Ada apa? Kenapa ke atas Na?” tanya Tante Silvia.
“Aku tidak suka dengan keberadaan wanita itu.”
“Wanita itu belum pulang?”
“Ayah kayaknya maksa aku untuk menerimanya.”
“Nggak gitu, jangan salah paham dulu. Ayah hanya ingin kamu
kenal sama dia.” Sahut Tante Silvia dengan nada halus.
Aku tahu sebenarnya dalam hati Tante Silvia merasa sakit
dengan sikap Ayah. Terlebih dengan rasa
cinta yang dipendam tante Silvia pada ayah, dan juga wasiat almarhumah ibu. Semuanya
hanya menjadi sia – sia belaka, ketika akhirnya ayah memilih wanita bernama
Yudith itu. Aku berharap semua ini hanya sandiwara ayah, sehingga aku tak perlu
memiliki ibu tiri seperti Tante Yudith itu. Meski itu hanya jadi angan semuku
saja.
Komentar
Posting Komentar